Bookmark and Share
Mari mampir....

Clock

Tuesday, March 23, 2010

Skenario mematikan bagi dolar

by fsl
Disadur dari tulisan John Mangun

Para pembuat kebijakan termasuk para politisi berbohong mengenai kondisi dolar yang sesungguhnya karena mereka terlalu bodoh untuk memahami apa yang terjadi atau sangat paham dan menyadari bahwa kebenaran akan menyebabkan kepanikan mulai dari Amsterdam sampai Zamboanga.

Media secara berjamaah menutup-nutupi dan menyamarkan keadaan yang sesungguhnya karena eksistensi mereka sanget bergantung kepada stabilitas dunia luar.

Banyak masyarakat yang mengacuhkan hal ini karena walau mereka yakin memang ada yang salah, tapi mereka tidak tahu harus berbuat apa.

Minggu lalu saya menulis "AS bangkrut" karena utang obligasi Amerika Serikat sangat besar sehingga pilihan yang ada hanya AS menyatakan bangkrut karena tidak mampu membayar hutang atau mencetak dolar sebanyak-banyaknya untuk melunasi utang.

Opsi pertama berpotensi merontokkan sistem keuangan global sementara opsi kedua akan menghancurkan nilai dolar disaat yang sama menghancurkan konsep mata uang kertas, sehingga menjadi tidak bernilai lagi.

Satu tahun lalu kondisi tidaklah separah sekarang. Pada 16 Juli 2009, Wakil Presiden AS Joe Biden mengatakan, Sebagai sebuah negara kita akan menjadi bangkrut. Kini ketika saya ungkap hal ini, orang-orang memandang kepada saya dan berkata "Apakah anda mengatakan kami harus membelanjakan uang untuk mempertahankan negara ini agar tidak bangkrut?" jawabannya tentu iya, dan itulah yang sedang saya beritahukan.

Biden sempat disangka gila dan diolok-olok karena pernyataannya tersebut. Namun pada akhirnya dia memang mengatakan yang sebenarnya.

Pemerintah memiliki kemampuan untuk membelanjakan dananya sehingga negara bisa keluar dari kebangkrutan, istilah umumnya adalah "pump-priming". Pemerintah bisa mencetak uang atau meminjam agar bisa menstimulasi ekonomi, menciptakan pertumbuhan ekonomi sedemikian rupa sehingga bisa meredam perlambatan dan membiayai kegiatan "pump-primming".

Sebenarnya para penasehat ekonomi Presiden Obama mengatahui hal ini dan Obama cukup pintar untuk mengikuti saran mereka. Namun permasalahannya adalah Obama tidak memiliki kecakapan.

Sejauh ini pemerintah AS sudah menghabiskan dana $2 triliun dan menghambur-hamburkannya, sama sekali tidak menciptakan apa-apa. Tidak ada lapangan kerja, tidak ada pertumbuhan ekonomi, tidak ada stimulus. Uang tersebut disia-siakan pada proyek temporal dan berbiaya mahal milik pemerintah, tidak benar bahwa stimulus itu untuk ekonomi.

Stimulus yang tepat pasti memberikan fasilitas pinjaman yang besar dan proses cepat bagi usaha kecil menengah (UKM). Sementara Obama membeli dan menyelamatkan perusahaan otomotif yang sudah mati, seperti General Motors. Pertumbuhan ekonomi dapat dipicu dari pengembalian pajak bagi orang-orang yang memiliki pekerjaan. Sementara Obama memberikannya kepada bank-bank gagal dan para broker di Wall Street. Amerika membutuhkan rencana infrastruktur nasional. Namun uang tersebut malah mengalir ke proyek-proyek pemerintah yang mereka sebut "green jobs" (pekerjaan umum ramah lingkungan).

Di tahun 2010 ini kondisi sudah jatuh sejadi-jadinya, ketitik nadir.

Beberapa negara besar pernah mengalami kebangkrutan akibat utang obligasinya, contoh Mexico pada 1982 dan Argentina di 2001. Tapi dalam kasus ini, ada pihak yang secara keuangan cukup stabil membantu mereka keluar dari masalah.
Bank Dunia yang dibelakangnya ada Amerika memberikan fasilitas pinjaman sampai negara-negara tersebut mampu membangkitkan perekonomiannya kembali.

Bayangkan sebuah perusahaan besar Filipina seperti Shoemart group pailit. Tapi hal itu tidak akan terjadi karena SM dikelola dengan baik. Namun SM begitu besarnya sehingga tidak ada kemampuan finansial lokal yang memiliki kapasitas untuk menyelamatkannya jika mengalami kebangkrutan. Efek berantai yang ditimbulkannya kepada perekonomian akan sangat besar. Disisi lain, group Uniwide sudah terkubur. Pihak-pihak yang harus menganggung akibatnya justru berbagai perusahaan dan perbankan yang memperpanjang pinjaman Uniwide, sementara dampaknya kepada ekonomi tidak terlalu berasa.

Sekilas itulah ilustrasi bagaimana kondisi dunia jika AS mengalami kebangkrutan.....siapakah yang sanggup menjaminnya.....

Jika Amerika bangkrut akibat hutangnya, maka akan menjadi bencana bagi sistem keuangan dan ekonomi global. Pemerintah dan berbagai institusi keuangan, sebagai akibatnya juga akan terseret menjadi pailit karena nilai aset mereka yang ditaksir menggunakan denominasi utang AS menjadi tidak berharga. Pemerintah Filipina memiliki obligasi pemerintah AS setidaknya senilai $11 miliar diakhir 2009. China memiliki hampir $1 triliun. Kebangkrutan akan terjadi jika datang waktu dimana negara-negara lain tidak lagi berminat membeli obligasi AS.

Alternatif untuk masalah kebangrutan akibat gagal bayar ini adalah me"monetize" obligasi itu atau melegalkannya sebagai alat tukar (yang sah), ini adalah istilah fantastis untuk mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk membayar kembali obligasi itu. Tentu saja hyper-inflasi mengintai AS jika masyarakat mulai beranggapan dolar tidak bernilai lagi.

Hyper-inflasi terjadi ketika kepercayaan terhadap nilai tukar sebuah mata uang hilang, yang menyebabkan aksi beli besar-besaran dan menciptakan inflasi instant.

Contohnya: diumumkan bahwa harga beras satu kilo akan menjadi Rp.9000 esok. Maka semua orang akan berbondong-bondong membelinya hari ini, mengakibatkan kekurangan pasokan beras. Kemudian pedagang beras akan menumpuk dan menaikkan harga, kemungkinan sampai Rp.18000. Seiring hal itu harga produk sembako lainnya termasuk daging, ikan, ayam juga melonjak karena harga komoditas ini selalu terkait dengan beras.

Jika Amerika secara tiba-tiba mulai membayar utangnya dengan mata uang yang baru saja dicetak, dalam jumlah ratusan miliar, maka harga minyak mentah akan meroket begitu juga dengan emas dan komoditas lainya. Hal ini bisa terjadi, dan sudah terjadi sebenarnya.

Ada satu alternatif untuk dua skenario ini. Amerika bisa memilih merevaluasi (menyesuaikan nilai tukar) dolar dengan didukung oleh mata uang dengan nilai sebenarnya yaitu emas.

Berpatokan dengan harga saat ini, Amerika memiliki emas setara dengan $290 miliar. Ini adalah penurunan jika disetarakan dengan nilai dolar yaitu $2 triliun sementara jumlah utang publik sebesar $10 triliun, artinya semua obligasi yang dirilis pemerintah malah dimiliki oleh berbagai institusi diluar pemerintah AS sendiri.

Jika, tapi sepertinya tidak mungkin, pemerintah AS memutuskan merevaluasi dolar dengan emas, maka harga emas akan berada antara $5000 sampai 10.000 per ounce.

Negara-negara yang biasanya (bergantung) menjual produknya ke AS dapat merana karena harga-harga yang mereka terima dalam bentuk mata uang lokal hampir tidak bernilai. Negara-negara yang memiliki cadangan mineral dalam jumlah besar seperti Filipina akan menjadi kaya dalam hitungan semalam. Semua material komoditas, tidak hanya mineral akan mendapat pengaruh yang sama.

Apa yang terjadi saat ini kurang lebihnya bisa kita sebut dengan karma. Kekayaan negara-negara industri (maju) di abad ke-18 dan 19 justru dibangun dan didapat dari proses eksploitasi bahan mentah yang didapat dengan harga sangat murah dari negara-negara yang saat ini kita sebut "Dunia ketiga". Mungkin abad ke-21 ini, negara-negara Dunia Ketiga itu akhirnya akan mendapat balasan dari apa yang sudah direbut dari mereka dahulu.

Check also my writes here

No comments:

your ads